Jumat, 17 Februari 2012

Johan VS Siti Noerbaya


Tahun 2012
"What??? Mami tau 'kan ini tahun berapa? 2012, Mi, 2012! Kiamat udah dekat, Mi! Mana ada lagi acara jodoh-jodohan kayak jaman Siti Nurbaya." Risty menolak mentah-mentah permintaan maminya.
"Tapi, Risty, tahun itu sama sekali tidak mempengaruhi acara perjodohan." Kekeuh Maminya sambil trus menyulam di depan TV.
"Ngaruh donk, Mi! Sekarang itu lagi trend-nya Jodi atau Johan!"
"Maksudnya? Kamu punya dua pacar ya?"
"Nggak, Mi. Tuh kan, Mami kuno sih... Jodi itu, jodoh di tinggal mati. Kalo Johan, jodoh di tangan Tuhan!"
"Trend apaan itu mau-maunya jadi janda. Pemikiran kamu tuh yang kuno!" Ujar mami sembari meninggalkan Risty yang cemberut.
Risty mulai bingung dan tidak bersemangat. Ia berpikir betapa sia-sia usahanya selama ini untuk mendapatkan Patra, seseorang yang sudah lama ia idam-idamkan. Apabila ia benar-benar harus menikah dengan anak teman Maminya itu, berarti memang semua usahanya ya GAGAL!
Sekarang umur Risty genap 20 tahun dan itu artinya sudah sampailah ia pada prinsipnya.
"Seorang Risty akan menerima dan siap menikah dengan siapapun yang ingin menjadi suaminya kelak apabila hingga di umur yang ke-20 itu Risty belum bisa depetin cinta Patra. Titik!"  katanya waktu itu.
Risty uring-uringan di kamarnya. Ia berpikir, seandainya saja ia tidak terlalu berpatokan pada Patra dan menerima Edo, Rana atau Denis menjadi kekasihnya pasti Maminya tidak akan menjodohkannya dengan laki-laki misterius itu. Tapi mana mungkin Risty bisa berpacaran dengan orang yang tidak diinginkannya sama sekali. Di dalam hatinya, ia hanya menyediakan tempat untuk Patra.
'Tok..tok..tok..'
"Risty, ayo makan. Jangan terus mengurung diri di kamar!" Seru Mami di depan kamar Risty setelah sempat mengetuk pintunya.
"Iya, Mi." Sahut Risty dengan suara manja dan malasnya.
Di ruang makan, Risty hanya mengaduk-aduk nasi goreng di piringnya dan terlihat tidak berminat sama sekali untuk memakannya. Mami yang sudah tahu persoalan itu tidak ambil pusing, lain dengan Papinya. Kening laki-laki yang hanya memiliki putri semata wayang itu berkerut seperti cemas.
"Risty, kamu kenapa, Sayang?" tanyanya cemas.
Risty menggeleng lemah.
"Kalau ada masalah cerita dong sama Papi."
Risty masih tetap menggeleng dengan bibir yang sengaja dimanyunkan.
"Ya udah, Papi tau gimana cara menghibur kamu, dengerin Papi baik-baik." Ujar Papi penuh keyakinan. "Papi punya kenalan seorang anak muda yang sukses. Dia keren lho, Ty. Papi janji sama dia ingin ngenalin kamu sama dia. Tadi Papi udah ceritain soal kamu ke cowok itu. Dia tuh gantengnya sama kayak Papi, pasti kamu bakal langsung suka deh sama dia, Papi jamin! Hehehe..."
Tentu saja kata-kata Papinya itu sangatlah membuat Risty beserta Mami shock seketika. Bahkan tangan Risty yang tadinya memegang sendok dan garpu menjadi lemas, dan membuat benda-benda imut itu terjatuh. Sedangkan Mami melongok namun menyiratkan protes di sana.
"Lho, kalian kenapa? Risty? Mami?"
Risty tak menjawab. Hatinya semakin kesal. Ia meninggalkan meja makan dengan terburu-buru.
"Mami?" Papi mengharapkan Mami dapat memberikan jawaban atas sikap putrinya.
"Risty itu ga mau dijodohin kayak gitu, Pi. Tadi sore Mami mau jodohin dia sama anak temen Mami, tapi dia nolak. Katanya sekarang udah gak jamannya dijodohin gitu. Nah, sekarang Papi malah ngomongin hal yang sama dengan Risty, ya tambah kesel dong dianya."
"Lho, kok gitu? Biar Papi samperin Risty-lah."
Papi meninggalkan ruang makan yang diikuti oleh langkah Mami di belakangnya.
"Risty, boleh Papi masuk?" Tanya Papi setelah mengetuk pintu kamar Risty.
Risty tidak menjawab.
Papi mencoba membuka pintu dan ternyata pintu itu tidak terkunci.
Papi yang sangat memanjakan Risty kini duduk di dekat putrinya sambil membelai rambut Risty yang lurus panjang. "Papi gak maksa kamu suka sama pilihan Papi kok. Tapi ya setidaknya kamu coba ketemu dulu aja sama cowok itu."
"Iya, kenalan dulu aja, Ty. Mana tau bisa jadi teman baik."
"Kok teman sih, Mi?"
"Maksud Mami, kalo gak bisa jadi pacar ‘kan bisa jadi teman, Pi."
"Halah, ngeles aja!" Ujar Papi mengibaskan tangannya. "Jadi gimana, Ty?"
Setelah terus dibujuk dan setelah sejenak berpikir, akhirnya Risty mengiyakan permintaan Mami dan Papinya.
“Ya memang gak ada salahnya kalo cuma kenalan, itung-itung nambah temen.” Pikir Risty.
Akhirnya pertemuan yang dimaksud diselenggarakan pada hari ibu-ibu arisan. Maksudnya agar Risty juga bisa sekalian berkenalan dengan anak teman Maminya itu, sedangkan Papi batal mengajak cowok yang ingin dikenalkan pada putrinya karena Mami memaksa Papi dan Risty ikut ke acara arisan ini.
“Satu-satu dong, Pi.. kan Mami yang duluan nyomblangin Risty dengan anak temen Mami. Lagian ini juga sekalian arisan..” alasan Mami ketika Papi memaksa untuk mengenalkan Risty dengan si cowok ‘itu’ pada hari yang sama. “Kayak gak ada hari lain aja..” katanya lagi di dalam keriuhan acara.
"Lho, Barry kok di sini?" Tanya Risty kaget dengan keberadaan teman SMA-nya pada acara itu.
"Ini kan rumahku. Kamu sendiri ngapain, ikut arisan juga?"
Mendengar perbincangan Barry dan Risty, Mami dan Papi kompak sumringah walau sedikit kaget.
"Kalian udah saling kenal?" Tanya mereka dengan satu suara.
Risty mengangguk.
"Ini anak teman Mami?" Tanya Papi dengan dahi berkerut.
"Iya. Ini anak yang Papi bilang?"
"Ssstt" Jari Papi menempel di bibir Mami.
Barry yang merasa agak asing berada di tengah-tengah keluarga itu langsung mengambil sikap. " Om, Tante, saya permisi dulu." Ujarnya sedikit membungkuk.
"Barry, Kakak kamu mana?” Tanya Papa sebelum Barry berlalu pergi.
“Ada, Om. Dia lagi di kamar. Mau saya panggilin?”
“Boleh. Om tunggu di sini ya.."
“Sip, Om.. gak nyangka, ternyata anak yang Om omongin itu Risty ya?”
“Ssst… jangan ngomong sekarang. Hehehe… Ayo, dong tolong panggilin Kakak kamu biar Om ada temen ngobrol secara dewasa. Hahaha…”
"Hehehe.. Tunggu sebentar ya, Om, Tante, Risty, aku tinggal ya." Pamit Barry sekali lagi.
Saat Barry meminggalkan Risty, Mami mulai sibuk kembali ke dunia Siti Nurbaya dan itu membuat Risty agak malas. Ia merasa begitu menyesal mau ikut ke acara ini kalau ternyata orang yang ingin dijodohkan dengannya adalah Barry, dan itu sama sekali tidak menambah nama dalam daftar temannya. Sedangkan Papi hanya diam mendengar ocehan-ocehan Mami yang tampaknya senang karena berpikir bahwa tipe calon menantu yang diimpikannya adalah sama.
"Sore, Om.." Suara sapaan itu berhasil menggetarkan suara hati Risty. Tanpa sengaja Risty yang tadinya membuang pandangannya ke luar jendela, kini langsung menetapkan pandangannya pada satu wajah yang memiliki suara yang mengandung magnet cinta itu.
"Risty?" Si epmunya suara itu ternyata juga terkejut dengan keberadaan wanita yang pernah membuatnya mabuk kepayang.
Risty tersenyum sumringah tanpa dapat berbuat apa-apa. Ia menyesal telah berpikir yang salah sebelumnya.
"Anak Om?"
"Iya. Kamu kenal?"
"Iya. Ini anak yang Om ceritain?"
"Iya, gimana?"
"Om, Tante, saya merasa sedang mimpi. Ketika kenyataan udah dalam genggaman, manusia merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang paling beruntung dan sempurna, begitu juga saya. Tapi kesempurnaan itu terletak pada jawaban Risty."
"Maksudnya?" Tanya Mami tidak mengerti.
"Risty, aku suka sama kamu sejak lama dan selalu berharap kita bisa menjalani hidup bersama. Dulu aku bukanlah siapa-siapa yang berani ngajak kamu kencan, tapi sekarang aku udah ngerasa udah waktunya untuk ngajak kamu kencan. Rizty, kamu kau kan kencan sama aku? Atau... will you married me?" Tanya pria itu sambil mengulurkan tangannya.
Risty tersenyum bahagia sambil mengangguk pasti menyambut uluran tangan pria itu.
Patra. Dialah laki-laki yang sangat diinginkan dan menginginkan Risty. Tuhan telah mengatur semuanya. Ya, jodoh memang di tangan Tuhan. Johan!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar