Tahun 2012
"What??? Mami tau 'kan ini tahun berapa? 2012, Mi, 2012! Kiamat udah
dekat, Mi! Mana ada lagi acara jodoh-jodohan kayak jaman Siti Nurbaya."
Risty menolak mentah-mentah permintaan maminya.
"Tapi, Risty, tahun itu sama
sekali tidak mempengaruhi acara perjodohan." Kekeuh Maminya sambil trus
menyulam di depan TV.
"Ngaruh donk, Mi! Sekarang itu
lagi trend-nya Jodi atau Johan!"
"Maksudnya? Kamu punya dua pacar
ya?"
"Nggak, Mi. Tuh kan, Mami kuno
sih... Jodi itu, jodoh di tinggal mati. Kalo Johan, jodoh di tangan
Tuhan!"
"Trend apaan itu mau-maunya jadi janda. Pemikiran kamu tuh yang
kuno!" Ujar mami sembari meninggalkan Risty yang cemberut.
Risty mulai bingung dan tidak
bersemangat. Ia berpikir betapa sia-sia usahanya selama ini untuk mendapatkan
Patra, seseorang yang sudah lama ia idam-idamkan. Apabila ia benar-benar harus
menikah dengan anak teman Maminya itu, berarti memang semua usahanya ya GAGAL!
Sekarang umur Risty genap 20 tahun
dan itu artinya sudah sampailah ia pada prinsipnya.
"Seorang Risty akan menerima dan siap menikah dengan siapapun yang
ingin menjadi suaminya kelak apabila hingga di umur yang ke-20 itu Risty belum bisa
depetin cinta Patra. Titik!" katanya waktu itu.
Risty uring-uringan di kamarnya. Ia
berpikir, seandainya saja ia tidak terlalu berpatokan pada Patra dan menerima
Edo, Rana atau Denis menjadi kekasihnya pasti Maminya tidak akan menjodohkannya
dengan laki-laki misterius itu. Tapi mana mungkin Risty bisa berpacaran dengan
orang yang tidak diinginkannya sama sekali. Di dalam hatinya, ia hanya menyediakan
tempat untuk Patra.
'Tok..tok..tok..'
"Risty, ayo makan. Jangan terus
mengurung diri di kamar!" Seru Mami di depan kamar Risty setelah sempat
mengetuk pintunya.
"Iya, Mi." Sahut Risty
dengan suara manja dan malasnya.
Di ruang makan, Risty hanya
mengaduk-aduk nasi goreng di piringnya dan terlihat tidak berminat sama sekali
untuk memakannya. Mami yang sudah tahu persoalan itu tidak ambil pusing, lain
dengan Papinya. Kening laki-laki yang hanya memiliki putri semata wayang itu
berkerut seperti cemas.
"Risty, kamu kenapa, Sayang?"
tanyanya cemas.
Risty menggeleng lemah.
"Kalau ada masalah cerita dong
sama Papi."
Risty masih tetap menggeleng dengan
bibir yang sengaja dimanyunkan.
"Ya udah, Papi tau gimana cara
menghibur kamu, dengerin Papi baik-baik." Ujar Papi penuh keyakinan.
"Papi punya kenalan seorang anak muda yang sukses. Dia keren lho, Ty. Papi
janji sama dia ingin ngenalin kamu sama dia. Tadi Papi udah ceritain soal kamu
ke cowok itu. Dia tuh gantengnya sama kayak Papi, pasti kamu bakal langsung
suka deh sama dia, Papi jamin! Hehehe..."
Tentu saja kata-kata Papinya itu
sangatlah membuat Risty beserta Mami shock
seketika. Bahkan tangan Risty yang tadinya memegang sendok dan garpu menjadi
lemas, dan membuat benda-benda imut itu terjatuh. Sedangkan Mami melongok namun
menyiratkan protes di sana.
"Lho, kalian kenapa? Risty? Mami?"
Risty tak menjawab. Hatinya semakin
kesal. Ia meninggalkan meja makan dengan terburu-buru.
"Mami?" Papi mengharapkan
Mami dapat memberikan jawaban atas sikap putrinya.
"Risty itu ga mau dijodohin
kayak gitu, Pi. Tadi sore Mami mau jodohin dia sama anak temen Mami, tapi dia
nolak. Katanya sekarang udah gak jamannya dijodohin gitu. Nah, sekarang Papi
malah ngomongin hal yang sama dengan Risty, ya tambah kesel dong dianya."
"Lho, kok gitu? Biar Papi
samperin Risty-lah."
Papi meninggalkan ruang makan yang
diikuti oleh langkah Mami di belakangnya.
"Risty, boleh Papi masuk?"
Tanya Papi setelah mengetuk pintu kamar Risty.
Risty tidak menjawab.
Papi mencoba membuka pintu dan
ternyata pintu itu tidak terkunci.
Papi yang sangat memanjakan Risty
kini duduk di dekat putrinya sambil membelai rambut Risty yang lurus panjang.
"Papi gak maksa kamu suka sama pilihan Papi kok. Tapi ya setidaknya kamu
coba ketemu dulu aja sama cowok itu."
"Iya, kenalan dulu aja, Ty. Mana
tau bisa jadi teman baik."
"Kok teman sih, Mi?"
"Maksud Mami, kalo gak bisa jadi
pacar ‘kan bisa jadi teman, Pi."
"Halah, ngeles aja!" Ujar
Papi mengibaskan tangannya. "Jadi gimana, Ty?"
Setelah terus dibujuk dan setelah sejenak
berpikir, akhirnya Risty mengiyakan permintaan Mami dan Papinya.
“Ya memang gak ada salahnya kalo cuma kenalan, itung-itung nambah temen.”
Pikir Risty.
Akhirnya pertemuan yang dimaksud
diselenggarakan pada hari ibu-ibu arisan. Maksudnya agar Risty juga bisa
sekalian berkenalan dengan anak teman Maminya itu, sedangkan Papi batal
mengajak cowok yang ingin dikenalkan pada putrinya karena Mami memaksa Papi dan
Risty ikut ke acara arisan ini.
“Satu-satu dong, Pi.. kan Mami yang
duluan nyomblangin Risty dengan anak temen Mami. Lagian ini juga sekalian
arisan..” alasan Mami ketika Papi memaksa untuk mengenalkan Risty dengan si
cowok ‘itu’ pada hari yang sama. “Kayak gak ada hari lain aja..” katanya lagi
di dalam keriuhan acara.
"Lho, Barry kok di sini?"
Tanya Risty kaget dengan keberadaan teman SMA-nya pada acara itu.
"Ini kan rumahku. Kamu sendiri
ngapain, ikut arisan juga?"
Mendengar perbincangan Barry dan
Risty, Mami dan Papi kompak sumringah walau sedikit kaget.
"Kalian udah saling kenal?"
Tanya mereka dengan satu suara.
Risty mengangguk.
"Ini anak teman Mami?"
Tanya Papi dengan dahi berkerut.
"Iya. Ini anak yang Papi
bilang?"
"Ssstt" Jari Papi menempel
di bibir Mami.
Barry yang merasa agak asing berada
di tengah-tengah keluarga itu langsung mengambil sikap. " Om, Tante, saya permisi
dulu." Ujarnya sedikit membungkuk.
"Barry, Kakak kamu mana?” Tanya
Papa sebelum Barry berlalu pergi.
“Ada, Om. Dia lagi di kamar. Mau saya
panggilin?”
“Boleh. Om tunggu di sini ya.."
“Sip, Om.. gak nyangka, ternyata anak
yang Om omongin itu Risty ya?”
“Ssst… jangan ngomong sekarang.
Hehehe… Ayo, dong tolong panggilin Kakak kamu biar Om ada temen ngobrol secara
dewasa. Hahaha…”
"Hehehe.. Tunggu sebentar ya, Om,
Tante, Risty, aku tinggal ya." Pamit Barry sekali lagi.
Saat Barry meminggalkan Risty, Mami
mulai sibuk kembali ke dunia Siti Nurbaya dan itu membuat Risty agak malas. Ia
merasa begitu menyesal mau ikut ke acara ini kalau ternyata orang yang ingin
dijodohkan dengannya adalah Barry, dan itu sama sekali tidak menambah nama
dalam daftar temannya. Sedangkan Papi hanya diam mendengar ocehan-ocehan Mami
yang tampaknya senang karena berpikir bahwa tipe calon menantu yang
diimpikannya adalah sama.
"Sore, Om.." Suara sapaan
itu berhasil menggetarkan suara hati Risty. Tanpa sengaja Risty yang tadinya membuang
pandangannya ke luar jendela, kini langsung menetapkan pandangannya pada satu
wajah yang memiliki suara yang mengandung magnet cinta itu.
"Risty?" Si epmunya suara
itu ternyata juga terkejut dengan keberadaan wanita yang pernah membuatnya
mabuk kepayang.
Risty tersenyum sumringah tanpa dapat
berbuat apa-apa. Ia menyesal telah berpikir yang salah sebelumnya.
"Anak Om?"
"Iya. Kamu kenal?"
"Iya. Ini anak yang Om
ceritain?"
"Iya, gimana?"
"Om, Tante, saya merasa sedang
mimpi. Ketika kenyataan udah dalam genggaman, manusia merasa bahwa dirinya
adalah makhluk yang paling beruntung dan sempurna, begitu juga saya. Tapi
kesempurnaan itu terletak pada jawaban Risty."
"Maksudnya?" Tanya Mami
tidak mengerti.
"Risty, aku suka sama kamu sejak
lama dan selalu berharap kita bisa menjalani hidup bersama. Dulu aku bukanlah
siapa-siapa yang berani ngajak kamu kencan, tapi sekarang aku udah ngerasa udah
waktunya untuk ngajak kamu kencan. Rizty, kamu kau kan kencan sama aku? Atau...
will you married me?" Tanya pria itu sambil mengulurkan tangannya.
Risty tersenyum bahagia sambil
mengangguk pasti menyambut uluran tangan pria itu.
Patra. Dialah laki-laki yang sangat
diinginkan dan menginginkan Risty. Tuhan telah mengatur semuanya. Ya, jodoh
memang di tangan Tuhan. Johan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar