Tadi,
baru saja hujan turun dengan derasnya, kemudian rintik itu berganti menjadi
gerimis. Langit masih tampak begitu gelap tak bersahabat. Aku melirik jam
dinding di atas pintu depan rumah Kay. Jarum penddeknya seakan tak bergerak
menunjukkan angka enam dan jarum panjang yang besar bergetar-getar ingin segera
menyentuh angka tujuh sedangkan jarum kecil yang juga tak kalah panjang begitu
bergeriliya berjalan santai dan seakan menampakkan kesombongannya bahwa ia-lah
yang terhebat dan tercepat bila dibandingkan dengan dua jarum yang tertinggal
di belakangnya.
Karin
yang duduk di sampingku sudah mulai terlihat gusar. Sesekali ia melihat
mobilnya yang diperkir di depan rumah Kay, dari gelagatnya aku tau ia ingin aku
segera mengajaknya pulang. Dan benar saja, Karin langsung mengangguk ketika
akku mengajaknya pulang tapi Kay memohon agar aku tetap tinggal, wajahnya
memelas, ia memohon dengan sungguh-sungguh tapi aku benar-benar tidak bisa
menemaninya karena beberapa alasan dan alasan yang paling kuat adalah karena
tidak mungkin aku membiarkan Karin pulang sendirian dengan mobil x-over silver
miliknya.
Aku
memberikan pengertian pada Kay agar ia tak lagi berat hati melepasku, karena
masih ada hari esok yang mungkin bisa membawaku kembali ke sini tanpa harus
menunggunya jatuh sakit.
Entah
ada apa dengan Karin, sejak tadi kami tiba di rumah Kay, ia tidak mengeluarkan
sepatah katapun. Aku berpikir ia marah padaku karena membiarkannya melihat aku
dan Kay bermesra-mesraan di depannya.
Ku
coba berbasa-bai padanya namun Karin menjawab kata-katku hanya dengan berdehem
sekenanya.
Aku
melihat Karin yang tengah menyetir. Pandangannya lurus, seakan ia menyetir
dengan tatapan kosong. Bibirnya tertutup rapat dan garis wajahnya mencerminkan
ada yang lain dari dirinya.
Tercium
aroma busuk di dalam mobil yang padahal sudah tertutup rapat oleh kaca-kaca
jendela.
“Ih,
bau busuk!” kataku mengeluh. “Kecium ga, Rin?” tanyaku seperti berbasa-basi.
Karin
diam tak menyaut. Reaksinya masih sama.
Aku
curiga sesuatu telah terjadi padanya. Aku sedikit membungkukkan tubuhku condong
ke depan untuk melihat wajah Karin tampak depan.
Ya,
Tuhan, apa yang terjadi pada Karin? Dari sela-sela bibirnya mengalir darah
segar. Bahkan dari sudut bibir kanannya telah mengalir darah hingga menetes di
bajunya.
“Karin!
Kamu kenapa?” tanyaku panic.
Mata
Karin melotot, nyaris keluar dari kelopak matanya.
“Karin,
berhentiin dulu mobilnya. Ayo kepinggirin!” aku member perintah layaknya
seorang bos namun Karin acuh.
“Jangan
main-main, Karin.”
Hiiiiiittt..
Mobil
berhenti secara mendadak, untunglah jalan di sini agak sepi, jalan dari
perumahan ujung bate ke kota memang kurang banyak dilalui penduduk apalagi pada
saat magrib seperti ini.
“Kamu
kenapa, Karin? Mobilnya dipinggirin dulu lah…” kataku mencoba tenang.
“Aku
bukan Karin!” ujarnya untuk pertama kali membuka suara setelah daritadi
bertingkah aneh.
Ia
juga memperlihatkan mulutnya yyang penuh dengan darah. Ia menggigit giginya
sendiri dengan cara menekan antara gigi atasnya dengan gigi bawah. Ia seakan
tengah geram pada sesuatu.
“Karin,
kamu baik baik aja ‘kan?!”
“Hahaha..
kamu takut ya?” tanyanya seraya mendekatkan wajahnya padaku dengan mata yang
masih sama seperti tadi, melotot.
Aku
membawa badanku mundur dan menyandar pada pintu.
Adzan
berkumandang, bibirkupun tak berhenti menyebut-nyebut nama Allah. Aku terus
membaca do’a yang aku bisa. Aku yakin setan telah merasuki tubuh Karin.
“Stop!
Stop! Cukup!” katanya berteriak. “Jangan baca lagi.. aku panas.” Sambungnya
sambil menutup telinganya dengan kedua tangannya. Anehnya tiba-tiba saja sosok
yang merasuki tubuh Karin berubah menjadi sosok yang manis.
“Aku
cuma mau numpang sebentar. Nanti kalau udah sampai tujuan, aku pasti turun dan
gak ganggu kalian lagi. Janji.” Katanya lagi meyakinkanku.
Awalnya
aku tidak percaya, tapi wajah itu memohon, aku tidak tega untuk menolaknya dan
setauku terkadang mereka memang suka begitu, hanya menumpang, lalu menghilang
setelah mereka tiba di tempat tujannya.
Aku
mencoba tenang saat sang setan mengemudi mobil secara kebut-kebutan sambil tertawa
melengking. Aku lebih suka ia tertawa seperti itu daripada ia menyakiti tubuh
temanku dengan caranya yang seperti tadi.
“Kau
takut sama aku, hah?” tanyanya lagi sambil melotot padaku.
“Nggak.
Aku Cuma takut sama Tuhan, Allah!” kataku pasti.
“Hei,
lancing sekali mulutmu. Kau tau siapa aku? Aku, Burong Tujoh! Hahaha…” katanya
dengan suara yang agak ia tebalkan dan ada suara serak pula seiring dengan
ucapannya itu.
Aku
tau Karin sudah dirasuki setan yang amat mengerikan. Sekarang aku benar-benar
merasa takut karena ia terus membawa mobil Karin secara ugal-ugalan.
“Kau
tau, tidak ada yang lebih hebat daripada aku! Kau takut padaku?” tanyanya lagi.
“Tidak!”
Kecepatan
mobil semakin tinggi dan sengaja ia tabrakkan mobil itu pada bundaran kota, di
tugu simpang lima. Mobil berhenti. Aku turun dan berteriak-teriak memohon
pertolongan. Banyak orang mengerumuniku. Aku menceritakan apa yang terjadi.
Seorang yang mengeku bisa mengatasi hal ini membawa aku dan tubuh Karin ke
sebuah kafe yang kira-kira hanya berjarak lima meter dari tempat kejadian.
Sedangkan mobil yang tersangkut di bundaran itu sedang menunggu mobil lain
untuk menggereknya.
“Iya..
iya, aku akan keluar. Biar aku keluar sendiri dari tubuh ini.” Ujar sosok dalam
tubuh Karin.
Orang
yang sedari tadi memegang jempol kaki Karin berhenti membaca hafalan surat
Al-Qur’an.
Karin
membuka matanya lemah, pelan.
“Aya,
ada apa ini?” Tanya Karin begitu sadar.
“Alhamdulillah,
Karin, akhirnya kamu sadar juga. tadi kamu…”
Belum
sempat lagi aku menghabiskan kata-kataku, Karin kembali berteriak-teriak,
tubuhnya meronta akibat kakinya kembali disentuh oleh orang tadi.
“Ampuuun..
aampuuunn.. sakit.” Teriak Karin.
“Jangan
berpura-pura lagi atau akan kuhanguskan kau!” ujar seorang lelaki agak botak
yang nyatanya memang mampu mengobati Karin.
“Iya,
iya, aku keluar tapi aku mau rokok..”
“Tidak.
Keluar sekarang atau mati?”
“Iya,
aku keluar sendiri.” Karin menyelipkan tangannya antara leher dan bahunya. Ia
mencekik lehernya sendiri. Lidahnya menjulur keluar.
“Pegang
tangannya. Cepat!” perintah orang tadi.
Aku
beserta orang-orang disekitarku memegang tangan Karin yang ternyata mempunyai
tenaga ekstra kuat.
Tiba-tiba
tenaga itu hilang dengan sendirinya. Karin pingsan. Aku dan beberapa orang
membawanya ke rumah sakit terdekat. Aku bersyukur semua telah berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar