Rabu, 07 Maret 2012

Gara-gara Facebook


Drrrtt…
Handphone-ku bergetar.
Aku tersentak, terbangun dari tidurku dan kemudian melihat jam. 05.30 WIB.
“Masih subuh.” Gumamku. “Siapa sih yang ngirim SMS subuh-subuh gini?” kataku kesal karena merasa waktu tidurku diganggu.
Klik. Kubaca.
Ky, coba tlg tnya sma bpk kpn bsa byr utangnya krna kmi di rmah udh ga ada uang lgi. Tlg ya! Oya, motor Niky jadi di gadai ga sama bpk? Krna ktanya mtor Niky mau digadaikan dan uangnya untk nutupin utang bapk Niky sama bpkku.
Ada rasa sakit yang teramat sangat ketika aku membaca pesan itu. Aku tidak menyangka bila seorang saudara yang masih terbilang sekandung denganku saja tega berbuat seperti itu. Menagih hutang bapakku di pagi buta dan sialnya mengapa ia kirimkan pesan itu kepadaku, bukan kepada bapakku?
Aku menarik napas panjang. Hatiku digeluti rasa emosi yang tak tertahankan. Aku kembali mengingat saat keluarga kakakku itu berada dalam kesusahan. Keluargaku memberikannya tempat tinggal tanpa mengharapkan pamrih apapun. Aku juga teringat ketika musibah datang dan sebagian besar barang-barang mereka hangus terbakar, bapak rela meminjamkan tempat tidur dan semua perabotan rumah tangga pada keluarganya meskipun akhirnya keluarga kami jadi tidak memiliki apapun lagi.
“Kenapa bapak ngasih tempat tidur Niky buat mereka? Sekarang Niky harus tidur dimana, di lantai?” tanyaku saat itu.
“Ikhlaslah, Ky. Tuhan pasti akan menggantikan semuanya nanti. Lagian kan bapak hanya meminjamkannya.”
Walau aku tidak setuju dan sangat tidak ikhlas tapi aku terpaksa membiarkannya.
Namun pagi ini masihkan aku bisa membiarkan itu semua?
Aku begitu sakit menerima kenyataan bahwa saudarakku itu adalah seorang yang lebih kejam daripada seorang rentenir.
Aku membalas pesan itu.
Itu kan urusan orangtua, biar orangtua kita aja yang menyelesaikannya. Ga sopan kalau anak mencampuri urusan orangtua.’
Dalam SMS yang kukirimkan jelas tersirat pesan bahwa aku tidak mau tau urusan itu dan aku terganggu dengan SMS yang ia kirim sebelumnya.
‘ia tau, tapi tolonglah. Karena sekarang ini kami hanya mampu beli beras perbambu, bukan sekarung lagi.’
Membaca pesan yang selanjutnya itu membuatku panas. Aku tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan. Jujur, aku memang merasa sangat malu dan terhina mendapat SMS yang sedemikian rupa dan bila bapakku tau bahwa anaknya mendapat pesan seperti ini pasti ia juga merasakan hal yang sama denganku dan tentu merasa harga dirinya telah diinjak-injak.
Aku membuka akun facebook-ku.
Apa yang anda pikirkan : Saudara? Babi ada?
Aku memposting kata-kata yang tak layak untuk dikonsumsi siapapun. Tergetku adalah agar Kakakku juga merasakan apa yang tengah aku rasakan : TERHINA!
Pukul 07.45 WIB aku menerima telepon dari adik ayahku yang juga adik Kak Fira.
“Halo?”
“Iya, Ky, Tante mau nanya. Apa maksud kamu buat status facebook yang seperti itu?” Tanya Tanteku menyerocos.
Sejenak aku bingung dicampur rasa takut. Sejak kapan Tanteku ini punya akun facebook? Atau mungkin Kak Fira telah menceritakan semuanya pada tante dan memohon perlindungannya?
Aku diam. Aku tau aku salah dan aku mengambil sikap diam untuk mengaku kesalahanku.
“Kamu tau ‘kan babi itu binatang najis yang dibenci Allah, kenapa kamu ucapkan itu untuk Kakak kamu sendiri?”
“Tapi, Tante, Ky ga bermaksud seperti itu. Maksud Ky..”
“Sudah-sudah! Tante ga mau dengar alasan apapun. Tut..tut..tut..”
Aku terduduk lemas. Aku mengurungkan niatku untuk pergi ke kantor. Yang aku tau aku salah.
Aku kembali membuka facebook-ku dan menghapus postingan status yang tidak baik itu dan kemudian meminta maaf kepada Kakakku. Namun nasi sudah menjadi bubur, Kak Fira enggan memaafkanku.
Kini musnah sudah tali persaudaraan yang pernah ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar