Drrrtt…
Handphone-ku
bergetar.
Aku
tersentak, terbangun dari tidurku dan kemudian melihat jam. 05.30 WIB.
“Masih
subuh.” Gumamku. “Siapa sih yang ngirim SMS subuh-subuh gini?” kataku kesal
karena merasa waktu tidurku diganggu.
Klik.
Kubaca.
Ky, coba tlg tnya sma bpk kpn bsa byr utangnya
krna kmi di rmah udh ga ada uang lgi. Tlg ya! Oya, motor Niky jadi di gadai ga
sama bpk? Krna ktanya mtor Niky mau digadaikan dan uangnya untk nutupin utang
bapk Niky sama bpkku.
Ada
rasa sakit yang teramat sangat ketika aku membaca pesan itu. Aku tidak
menyangka bila seorang saudara yang masih terbilang sekandung denganku saja
tega berbuat seperti itu. Menagih hutang bapakku di pagi buta dan sialnya
mengapa ia kirimkan pesan itu kepadaku, bukan kepada bapakku?
Aku
menarik napas panjang. Hatiku digeluti rasa emosi yang tak tertahankan. Aku
kembali mengingat saat keluarga kakakku itu berada dalam kesusahan. Keluargaku
memberikannya tempat tinggal tanpa mengharapkan pamrih apapun. Aku juga
teringat ketika musibah datang dan sebagian besar barang-barang mereka hangus
terbakar, bapak rela meminjamkan tempat tidur dan semua perabotan rumah tangga
pada keluarganya meskipun akhirnya keluarga kami jadi tidak memiliki apapun
lagi.
“Kenapa
bapak ngasih tempat tidur Niky buat mereka? Sekarang Niky harus tidur dimana,
di lantai?” tanyaku saat itu.
“Ikhlaslah,
Ky. Tuhan pasti akan menggantikan semuanya nanti. Lagian kan bapak hanya
meminjamkannya.”
Walau
aku tidak setuju dan sangat tidak ikhlas tapi aku terpaksa membiarkannya.
Namun
pagi ini masihkan aku bisa membiarkan itu semua?
Aku
begitu sakit menerima kenyataan bahwa saudarakku itu adalah seorang yang lebih
kejam daripada seorang rentenir.
Aku
membalas pesan itu.
“Itu kan urusan orangtua, biar orangtua
kita aja yang menyelesaikannya. Ga sopan kalau anak mencampuri urusan
orangtua.’
Dalam
SMS yang kukirimkan jelas tersirat pesan bahwa aku tidak mau tau urusan itu dan
aku terganggu dengan SMS yang ia kirim sebelumnya.
‘ia tau, tapi tolonglah. Karena
sekarang ini kami hanya mampu beli beras perbambu, bukan sekarung lagi.’
Membaca
pesan yang selanjutnya itu membuatku panas. Aku tidak tau lagi apa yang harus
aku lakukan. Jujur, aku memang merasa sangat malu dan terhina mendapat SMS yang
sedemikian rupa dan bila bapakku tau bahwa anaknya mendapat pesan seperti ini
pasti ia juga merasakan hal yang sama denganku dan tentu merasa harga dirinya
telah diinjak-injak.
Aku
membuka akun facebook-ku.
Apa yang anda pikirkan
: Saudara? Babi ada?
Aku
memposting kata-kata yang tak layak untuk dikonsumsi siapapun. Tergetku adalah
agar Kakakku juga merasakan apa yang tengah aku rasakan : TERHINA!
Pukul
07.45 WIB aku menerima telepon dari adik ayahku yang juga adik Kak Fira.
“Halo?”
“Iya,
Ky, Tante mau nanya. Apa maksud kamu buat status facebook yang seperti itu?”
Tanya Tanteku menyerocos.
Sejenak
aku bingung dicampur rasa takut. Sejak kapan Tanteku ini punya akun facebook?
Atau mungkin Kak Fira telah menceritakan semuanya pada tante dan memohon
perlindungannya?
Aku
diam. Aku tau aku salah dan aku mengambil sikap diam untuk mengaku kesalahanku.
“Kamu
tau ‘kan babi itu binatang najis yang dibenci Allah, kenapa kamu ucapkan itu
untuk Kakak kamu sendiri?”
“Tapi,
Tante, Ky ga bermaksud seperti itu. Maksud Ky..”
“Sudah-sudah!
Tante ga mau dengar alasan apapun. Tut..tut..tut..”
Aku
terduduk lemas. Aku mengurungkan niatku untuk pergi ke kantor. Yang aku tau aku
salah.
Aku
kembali membuka facebook-ku dan menghapus postingan status yang tidak baik itu
dan kemudian meminta maaf kepada Kakakku. Namun nasi sudah menjadi bubur, Kak
Fira enggan memaafkanku.
Kini
musnah sudah tali persaudaraan yang pernah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar