Rabu, 07 Maret 2012

Tangis Sang Idola


Malam Minggu dengan cuaca yang mendukung membuat jalanan menjadi padat. Tak hanya di jalanan, tempat-tempat tongkronganpun dipenuhi banyak anak manusia. Namun Sari bingung, malam ini kafe miliknya begitu sepi. Nyaris pengunjung sehingga Sari malas untuk menampilkan aksinya di panggung kafenya.
Sari yang bosan melihat kafenya yang sepi mengajak Supir untuk menemaninya jalan-jalan mencari keramaian. Di tengah perjalanan, mata Sari terhenti ketika melihat satu kafe yang sangat ramai pengunjungnya. Ada kecemburuan yang mendalam pada dirinya.
“Kita berhenti di sini, Pak.” Ujar Sari pada Pak Rusli, supirnya.
Sari masih tidak turun meskipun Pak Rusli memarkirkan serta mematikan mesin mobilnya.
“Ga turun?” Tanya Pak Rusli di jok depan.
“Nggak. Sari cuma mau liat siapa penyanyi di atas panggung itu, kok kayaknya Sari gak kenal ya, Pak?!”
“Hohoho… ya berarti dia itu nggak setenar Sari lah.” Jawab Pak Rusli sekenanya. Ia tau majikannya itu mempunyai keegoisan yang besar dan sangat tidak senang bila ada yang melebihi dirinya apalagi yang dianggap saingannya itu juga adalah seorang penyanyi.
“Iya. Lagian dandanannya juga kampungan.” Kata Sari menghujat. “Malam Minggu depan Sari pastiin kafe kita kembali ramai.” Katanya lagi dengan penuh keyakinan.
Sari meminta Pak Ruslan menjalankan mobilnya dengan segera dan permintaan itu langsung dituruti oleh supir kepercayaannya itu.
“Sekarang kita ke mana lagi, Sari?”
“Pulang.” Sari menjawab singkat.
Mobil itu kembali menuju rumah Sari.
***
Sari menyetel TV yang akhirnya tidak ditontonnya karena pada akhirnya Sari sibuk dengan koran di tangannya.
Anda ingin terlihat cantik? Menarik? Seksi? Dan karir anda semakin mantap? Kunjungi saya, Mbah Jarot! Langsung dating saja ke alamat di bawah ini.
“Adelia, kamu akan menyesal telah mengganggu karir aku!” gumam Sari.
Senyum Sari merekah lebar, sepertinya ia tidak perlu berpusing-pusing lagi memikirkan bagaimana caranya menyingkirkan Adelia dan ia juga tak perlu lagi berpikir bagaimana caranya membuat kafenya kembali ramai oleh pengunjung.
Sari memencet nomor telepon Pak Rusli agar segera menyiapkan mobil lalu mengantarkannya ke alamat Mbah Jarot.
“Sari, ga baik kalau kamu ke situ. Lebih baik kamu berserah pada Allah.” Ujar Pak Rusli ketika tau bahwa majikannya hendak mengunjungi dukun ternama di kotanya.
“Pak Rusli ga berhak melarang Sari. Sari yang lebih tau tentang apa yang akan Sari buat.”
“Iya, tapi bersainglah secara sehat, Sari”
“Kalau Bapak ga mau antarin Sari berarti Bapak lebih memilih untuk berhenti bekerja.” Kata Sari mengancam.
Pak Rusli goyah atas ancaman Sari. Ia takut akan kehilangan pekerjaannya karena ia harus menghidupi anak istrinya.
Tak menunggu lama, Pak Rusli langsung mengantar Sari ke rumah dukun itu.
***
“Saya ingin karir saya tidak lagi tersaingi oleh siapapun dan saya juga ingin kafe saya kembali ramai. Saya ingin semua orang memuja saya, Mbak.” Ujar Sari di dalam rumah dukun itu.
“Bisa. Saya akan memasangkan susuk di wajah kamu. Tapi ada syaratnya.”
“Apapun itu akan saya jalani, Mbah.” Katanya tanpa ada keraguan.
“Kamu tidak boleh menyakiti hati siapapun. Kamu harus menjadi orang yang baik, karena susuk yang akan aku pasang itu adalah cerminan dari hatimu. Kalau kamu mengingkarinya maka seketika itu wajah kamu membusuk.”
Dengan yakin sari mengangguk pasti dan susuk pun langsung dipangkan ke wajahnya.
***
Apa yang diinginkan Sari terjadi. Kafenya ramai dan nyaris semua orang mengelu-elukannya. Maka semakin banyak saja sainginnya namun mereka semua tak berarti sama sekali bagi Sari karena Sari memang sudah menggunakan dukun dan ilmu hitam yang ampuh dan terpercaya itu.
Dengan langkah penuh percaya diri Sari mengunjungi kafe adelia yang semakin sepi.
“Ini kuburan atau kafe? Kok sepi?” Sari menyunggingkan senyuman sinisnya.
Adelia diam tak bergairah. Ia juga mengasihani dirinya sendiri.
“Hahaha… makanya jangan pikir kamu itu cantik. Jangan sok jadi yang terbaik. Lihat kenyataannya, semua pelanggan kamu beralih ke kafeku. Hahaha..” ujar Sari remeh.
Sari berlalu pergi meninggalkan kafe yang sepi itu setelah puas menghina Adelia yang merasa sangat sakit hati dan terpukul dengan hinaan yang baru saja dilontarkan Sari padanya.
***
Sari terkejut ketika melihat wajahnya di cermin telah berubah. Wajahnya hitam membusuk. Ia meraba-raba wajahnya. Ia menangis tidak menerima kenyataan.
Kembali ia ke rumah Mbah Jarot untuk memohon bantuan.
“Itu semua kesalahanmu sendiri. Dari awal kamu ke sini saja sudah salah, lalu kamu berbuat salah lagi dengan menyakiti hati orang-orang di sekitarmu. Maka terimalah hasil perbuatanmu.” Ujar Mbah Jarot tanpa rasa kasihan.
Sari menangis memohon ampun dan terus meminta pertolongan Mbah Jarot.
“Cukup, Nak. Jangan lagi kamu meminta padanya. Sekarang kembalilah kamu ke rumah dan sucikan hatimu. Memintalah kepada yang satu yaitu Allah, Nak. Bapak akan mencarikan ustadz untuk membantumu.” Ujar Pak Rusli tulus.
Sari pulang dengan perasaan bersalah dan penuh dosa. Kini ia menangis memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan memohon hanya pada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar