Senin, 08 Agustus 2011

Johana masih sibuk membuka lembaran demi lembaran diary kecil yang ia tulis masa ia duduk di bangku SD sambil tersenyum kecil membayangkan betapa mungilnya ia saat menuliskan diary itu. Diary yang jauh lebih mirip dengan sebuah kliping kebudayaan negeri sakura itu benar-benar berharga baginya. Diary yang tersimpan hampir 20 tahun dalam keadaan yang masih utuh.
"Kalo foto pake kimono sambil megang bunga sakura pasti bagus. Ya 'kan?!" Wajah ayu Johana mendongkak ke arah Dennis.
"Ga mesti dengan kimono, pake daster juga bagus kok. Cantik.." Dennis menyentil pelan hidung mancung Johana.
Johana menyengir. "Karena aku terlahir sebagai wanita cantik!" Guraunya sambil menimpuki kepala Dennis dengan diary-nya.
Tawa renyah sepasang kekasih itu menghiasi ruang tengah rumah Johana. Rasanya tak ada beban yang menyelimuti mereka. Semua terasa ringan, sampai tiba-tiba diary itu tersobek karena Dennis mencoba merebutnya dari tangan Johana.
"Dennis!!!" Suara Johana melengking dan matanya yang indah kini terlihat begitu menyeramkan. "Kamu ngerusak diary aku!"
"Maaf, Jo.. Itu 'kan ga sengaja. Aku..."
"Apanya yang ga sengaja? Kamu sengaja 'kan narik diary itu dari tangan aku. Tuh liat, gambar sakura sama kimononya jadi robek.." Suara Johana lirih. Dari raut wajahnya ia menggambarkan kekecewaan yang begitu mendalam.
"Bisa di lem lagi 'kan, Jo?"
Johana menggeleng. Bukan karena ia terlalu kekanak-kanakan, tapi karena menurutnya diary itu terlalu berharga dari apapun. Bahkan dari Dennis sekalipun.
"Sayang, apa sih yang membuatnya begitu spesial? Gambar ini bisa kita cari di internet, Jo.. Ayolah, jangan sedih lagi.. Jangan manyun. Senyum donk.."
"Bukan itu masalahnya, Den.."
"Lantas?"
Sebutir mutiara bening menetes dari sudut mata Johana. "Lupain aja. Ga ada yang perlu dipermasalahkan." Ujarnya menghapus butiran kesedihan itu.